Selasa, 06 Februari 2018

Musim Hujan Ekstrim 2017/2018

     Musim hujan tahun 2017/2018 begitu ekstrim sejak bulan November 2017 sampai sekarang Februari 2018 setelah sempat berhenti di bulan Januari kemarin hujan sehari-hari justru terjadi dibulan Februari tidak seperti biasanya bulan Januari yang mana kata Januari oleh masyarakat dianggap sebagai akronim dari hujan sehari-hari.

     Musim hujan tahun ini menurut saya lebih ekstrim dari pada musim di tahun-tahun sebelumya karena selain menimbulkan bencana dibeberapa daerah juga disertai angin dan kadang petir sebelumya didahului dengan awan yang gelap pertanda akan hujan disertai angin kencang seperti dibeberapa lokasi di Kabupaten Gunung Kidul terjadi angin puting beliung, juga didaerah-daerah lain di Indonesia.

     Walaupun musim penghujan tetapi minat wisatawan untuk mengunjungi obyek wisata di Gunung Kidul masih terlihat berdatangan dari luar daerah dengan terlihatnya beberapa bus pariwisata yang hilir mudik di jalan utama Gunung Kidul pada hari sabtu minggu, untuk para pengunjung disarankan agar berhati-hati dan mempersiapkan diri segala sesuatunya bila akan bertamasya kesana mengingat musim hujan sedang deras-derasnya sekarang ini.

Senin, 05 Februari 2018

Panen Padi Di Gunung Kidul

     Ketika kita disibukkan dengan suguhan informasi tentang pemerintah yang impor bahan pangan beras tetapi di beberapa daerah salah satunya di Gunung Kidul sedang panen padi yang hampir bersamaan antara sawah satu dengan sawah-sawah lain yang berada di wilayah Kabupaten Gunung Kidul dan sekitarnya.

     Panen kali ini bersamaan dengan musim hujan yang cukup ekstrim yang terjadi di beberapa wilayah di Indonesia yang juga dialami di wilayah Gunung Kidul membuat warga yang sedang memanen padi kesulitan untuk menjemur hasil panen tersebut karena matahari selalu tertutup mendung sehingga dihampar saja dalam rumah dan dijemur sebentar ketika matahari sedang tidak tertutup awan hitam namun kadang-kadang mendumg secara tiba-tiba datang, sehingga padi yang dijemur tadi pun buru-buru diangkut kedalam rumah, rata-rata bentuk rumah disini adalah rumah joglo yang notabene luas sehingga cukup untuk menghamparkan padi atau gabah atau hasil panen lainnya didalam rumah yang sebagian besar sudah berdinding tembok permanen ini.

     Rata-rata petani padi di Gunung Kidul merupakan petani tadah hujan karena tidak terdapatnya saluran atau irigasi pengairan seperti di daerah lain yang memiliki aliran air sehingga dalam menanam padi hanya dilakukan pada musim tertentu seperti musim hujan dan panen pada 3 bulan kemudian.

     Dalam memanen padi pun masayarakat disini juga menggunakan peralatan tradisional seperti sabit dan erek ( alat pemisah padi dengan jeraminya ) yang dirakit menggunakan gear dan rantai sepeda dan alat perontok padinya menggunakan paku ditata melingkar pada papan bulat berbentuk roda dan digerakkan dengan manual dengan cara dipedal itu untuk petani tradisional di perkampungan dan pegunungan tapi peralatan mesin sebenarnya juga sudah ada mengingat pertimbangan efisiensi antara jumlah hasil panen dan biaya yang dikeluarkan untuk operasional mesin maka masih banyak petani yang memilih menggunakan peraltan tradisional untuk memisahkan pohon dengan buahnya dalam hal ini padi gabah dengan jeraminya.

     Dalam hal memisahkan merang dengan berasnya rata-rata mayarakat disini sudah menggunakan mesin modern yaitu gilingan padi yang dimiliki oleh salah satu warga tertentu dan untuk keperluan menggiling padi dia mengenakan jasa giling padi dengan tarif yang sangat terjangkau karena sangat murah, pun demikian juga masih ada beberapa warga yang memiliki alat penumbuk padi tradisional seperti alu dan lesung yang digunakan untuk keperluan memisahkan beras dengan merangnya dengan kapasitas sedikit atau hanya untuk keperluan makan pada hari itu saja.